Peranan Wanita, antara keluarga dan karier politik

Pendahuluan

Politik adalah kata yang masih menjadi momok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dalam benak kita telah tertanam stigma bahwa politik itu kotor, keras, hanya pantas untuk laki-laki. Ketika para wanita beramai-ramai membicarakan masalah politik, masih banyak anggapan bahwa apa yang dibicarakan akan sia-sia. Sesungguhnya jika kita mau menelusuri arah tujuan politik adalah untuk memperjuangkan, mengelola dan mengatur tatanan hidup masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, maka kita akan mengetahui bahwa politik adalah hal yang harus dipahami semua manusia.

Mari kita sama-sama lihat di dalam terminologi Islam. Politik dalam Islam hanyalah bagian dari Islam itu sendiri. Sebagaimana tujuan kehidupan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt (QS Adz Dzariyat: 56)

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu

Serta untuk mengesakan Sang Pencipta, mengakui segala otoritasNya.

Orientasi ketauhidan dalam berpolitik akan mengarahkan agenda-agenda yang tetapkan menjadi agenda-agenda perubahan untuk perbaikan kesejahteraan bangsa dengan basis keadilan.

Agenda Perubahan

Dalam situasi dunia yang sangat dipengaruhi hegemoni Barat, bisa dikatakan banyak agenda perubahan yang tercecer. Esensi tauhid yang seharusnya terimplementasi dalam setiap gerakan pemberdayaan terasa hampa. Pembangunan manusia seutuhnya sebagai target dari gerakan pemberdayaan harus mencakup beberapa aspek: pemberdayaan yang bersifat ruhani, jasmani, pemikiran, perilaku dan politik.

Aspek pemberdayaan yang telah disebutkan terkait satu sama lainnya. Dengan demikian tidak akan ada penghambaan kepada makhluq oleh manusia. Namun bukan berarti bahwa manusia hidup tanpa memerlukan aturan. Justru aturan itu dibuat dalam upaya memperkokoh implementasi hukum Allah di muka bumi dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi manusia untuk beribadah kepadaNya. Dan politik adalah sarana untuk membentuk aturan tersebut.

Dapat dikatakan bahwa politik memiliki dimensi:

Internal, artinya adalah mengorganisir urusan pemerintahan, menjelaskan tugas-tugasnya, membuat rincian terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-haknya, mengawasi para penyelenggara pemerintahan dan mensupervisi mereka agar mereka ditaati jika berbuat baik dan dikritisi dalam implementasinya.

Eksternal, artinya adalah menjaga kemerdekaan umat dan kebebasannya, membawa umat agar menempati posisinya di tengah bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari diktatorisme dan intervensi asing terhadap urusan-urusannya.

Muslimah dan Politik sepanjang sejarah

Politik Islam adalah upaya untuk memperbaiki kondisi masyarakat menjadi sejahtera dan melahirkan kebijakan berbasis ketauhidan dan keadilan. Sepanjang sejarahnya kita dapat melihat keterlibatan para shahabiyah, tabiiyah dan muslimah pada masa sekarang. yang mengukir partisipasi politik mereka. Beberapa diantaranya:

  • Nusaibah binti Kaab termasuk salah satu pemimpin di kalangan kaumnya di Yatsrib. Beliau adalah salah satu dari 2 wanita yang turut serta dalam baiah aqabah.
  • Di masa Umar bin Khattab, yang ditunjuk menjadi pengelola perdagangan dalam sebuah wilayah adalah wanita
  • Ummul Baniin binti Abdul Azis istri Khalifah Al Walid yang menjadi penasehat bagi suaminya termasuk dalam menangani panglima militer yang keras ( AL Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi)
  • Dewi Sartika memelopori Kongres Perempuan Indonesia untuk membangun sebuah gerakan penyadaran bagi para wanita di Indonesia agar memberikan sumbangsih bagi pembangunan negri

Menyeimbangkan peranan wanita dalam keluarga, masyarakat dan dunia politik

Sebagai muslim kita memiliki kewajiban untuk melakukan perbaikan. Tuntutan ini langsung ditujukan oleh Allah kepada manusia yang hanya menunggu perubahan itu akan datang dengan sendirinya. Kata ”biqauwmin” dalam QS Ar Ra’du ayat 11 menunjukkan makna bahwa partisipasi untuk melakukan perubahan harus dilakukan oleh seluruh elemen. Termasuk di dalamnya elemen usia, jenis kelamin, profesi, strata sosial. Bukan hanya perwakilan dari segolongan masyarakat.

Perubahan yang diinginkan harus mencakup dua aspek: kebijakan publik (public policy) dan pembangunan masyarakat (community development ). Kebijakan Publik dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam lingkup legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan pembangunan masyarakat dapat dilakukan oleh siapapun. Kedua aspek ini sangat memerlukan partisipasi dari kalangan wanita.

Hambatan terbesar dalam memperbesar partisipasi politik wanita dalam kedua aspek perubahan ini, selain adanya stigma bahwa politik itu kotor dan kasar, adalah minimnya pendidikan secara umum di kalangan bangsa Indonesia. Minimnya pendidikan, meliputi aspek kognisi, afeksi dan psikomotornya, membuat berbagai keterbatasan gerak wanita. Selain itu menyulitkan wanita untuk mengambil peranan dalam gerakan perubahan ini.

Sesungguhnya multi peran yang diemban kaum wanita menyebabkan kita seringkali terjebak pada stigma bahwa sangat sulit untuk menyeimbangkan kesemua peran tersebut. Pada dasarnya keseimbangan dapat terwujud jika kita dapat mengelola keseluruh peran dengan baik dan memahami prioritas peran pada masa dan kondisi tertentu.

Multi peran ini juga dapat dioptimalkan dengan cara melakukan kerja sama dengan orang-orang terdekat di sekeliling kita maupun dengan institusi di mana kita bekerja. Sistem pendukung seperti ini harus dikembangkan agar agenda perubahan dapat berjalan secara simultan.

Sistem pendukung secara tradisional sudah dijalankan oleh masyarakat. Seperti misalnya seorang guru wanita menitipkan anak balitanya kepada orang tuanya atau tetangga selama ia bekerja. Sistem yang juga harus dibangun adalah budaya politik yang ramah wanita. Seperti misalnya tidak menyelenggarakan kegiatan pada larut malam, menyediakan tempat pengasuhan anak secara khusus di lembaga-lembaga sosial dan politik. Sistem pendukung ini seharusnya dapat di dorong sosialisasinya oleh para wanita

Karier Politik: antara kewajiban dan pilihan hidup

Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa karier adalah sesuatu yang ingin dicapai, memiliki aspek peningkatan dan atau menjadi tujuan. Jika kita kembali pada terminologi politik dalam Islam maka sudah jelas bahwa amal siyasi (kerja politik) adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Sedangkan pengembangan karier dalam bidang politik adalah pilihan hidup. Dengan catatan poltik tidak menjadi tujuan hidup. Hanya menjadi sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia, sebagai hamba Allah Swt.

Partisipasi Politik wanita hruslah memperhatikan beberapa hal berikut:

1. Partisipasi bukan karena jumlah

2. Partisipasi yang bertanggung jawab

3. Mendinamisasi masyarakat untuk terus berpartisipasi

4. Terlibat dalam pendidikan politik

Kompetensi yang harus dimiliki oleh wanita yang memilih untuk terjun di dunia politik:

  1. kompetensi umum
    1. Memiliki kekuatan ruhiyah dan kesiapan untuk meningkatkan ruhiyah secara kontinyu
    2. Memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial
    3. Memiliki kemampuan untuk belajar cepat
    4. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan publik
  2. Kompetensi khusus
    1. Memiliki ketrampilan reading speed
    2. Kemampuan lobby
    3. Memiliki kemampuan gender budgeting

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan:

Ø Memiliki sistem pendukung yang memadai

Ø Kondisi kesehatan yang tidak akan menyulitkannya dalam bekerja

Kesimpulan

Melibatkan wanita dalam kerja-kerja politik perlu mempertimbangkan beberapa hal yang tidak selalu dapat diberlakukan secara umum. Tetap perlu memperhatikan kondisi personal.

Pemahaman tentang pentingnya partisipasi politik secara merata perlu terus disosialisasikan agar kontribusi yang diberikan wanita dalam perbaikan bangsa akan semakin optimal.

Referensi

Al Wa’iy, Taufiq Yusuf Prof. DR. Pemikiran Politik Kontemporer Al Ikhwan Al Muslimun: Studi Analitis, Observatif, Dokumentatif. Terjemahan bahasa Indonesia. Solo: 2003. Era Intermedia

Ridho, Abu. Dimensi Politik Keluarga, dalam Membangun Keluarga Sakinah dan Sejahtera. Jakarta: 2004. DPP Partai Keadilan Sejahtera

Ridho, Abu. Saat Dakwah Memasuki Wilayah Politik. Bandung: 2003. Syaamil.

Syuqqah, Abdul Halim Abu. Kebebasan Wanita. Jilid 2. Jakarta:1997. Gema Insani Press.

~ by lediahanifa on January 3, 2009.

Leave a comment